Rasulullah Melarang Membunuh dengan Api
M. Khoirul Huda
ISIS (Islamic State of Iraq
and Syiria) melakukan aksi yang benar-benar brutal. Setelah berhasil
menangkap pilot Jordania, mereka membakarnya hidup-hidup. Aksi ini memicu
perhatian dunia. Raja Jordania menyatakan perang secara terbuka kepada kelompok
ISIS. Dia menyatakan akan memimpin secara langsung serangan terhadap kelompok
tersebut. Terlepas dari kasus tersebut, sebagai ummat Islam yang mengikuti
manhaj salaf, kita hendaknya berlepas diri dari perbuatan semacam itu. Membakar
makhluk hidup bukan bagian dari ajaran Islam menurut manhaj salaf. Karena,
perbuatan tersebut bertentangan dengan hadis-hadis sahih yang bersumber dari
Rasulullah saw.
Nabi Muhammad saw. pernah
melarang umatnya menggunakan api ketika mengeksekusi mati. Dalam riwayat yang
sahih dikatakan, la yanbaghi li ahad an yu’addzib bin nar illa allah (tidak
pantas menyiksa dengan api kecuali Allah). Hadis ini diriwayatkan dalam
kitab-kitab Sirah Nabawiyyah dan kitab-kitab hadis. Kualitasnya sanadnya
bermacam-macam. Ada yang sahih, ada pula yang hasan dan ada pula yang daif.
Berikut ini kami sarikan riwayat-riwayat sahih tentang larangan membakar
makhluk hidup.
Sirah Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam
Ibnu Hisyam yang wafat pada tahun
213 H. meriwayatkan dalam kitab Sirah-nya bahwa ketika Zainab hendak mengikuti Rasulullah saw. berhijrah menuju Madinah,
orang-orang Quraisy memerintahkan dua orang dari mereka membuntuti. Kalau bisa
dibunuh saja Zainab. Namun, Allah berkehendak lain. Zainab selamat sampai
Madinah. Celaka bagi mereka karena mereka ketahuan. Nabi memerintahkan para
sahabatnya untuk mengejar dan menangkap mereka. Nabi juga memerintahkan, ketika
tertangkap, mereka harus dibakar. Hal ini karena Nabi sangat geram terhadap
mereka yang hendak membuuh putri kesayangannya. Setelah kembali ke Madinah, Nabi mengatakan
bahwa beliau menyesal memerintahkan perbuatan tersebut. Harusnya tidak perlu
membakar. Karena, membakar adalah hak Allah. Hanya Allah yang berhak
melakukannya. Kemudian, beliau bersabda, la yanbaghi li ahad an yu’addzib
bin nar illa allah (tidak pantas bagi seorang pun manusia menyiksa
menggunakan api, kecuali Allah) (Sirah Ibni Hisyam hlm. 272).
Kitab-Kitab Hadis
Hadis tentang larangan membakar makhluk hidup banyak
diriwayatkan oleh para imam ahli hadis. Di antaranya adalah Sahih al-Bukhari,
Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Sunan
ad-Darimi, Sahih Ibnu Hibban, Mustadrak ‘ala as-Sahihain, dan lain sebagainya.
Secara berurutan berdasar masa hidup penulisnya, kami
kutipkan hadis-hadis tersebut lengkap beserta komentar dan penafsiran para
penulis kitab hadis.
Riwayat al-Bukhari
Imam al-Bukhari (w. 256 H.) dalam
kitab Sahih al-Bukhari atau al-Jami’ as-Sahih meriwayatkan hadis
dari sahabat Abu Hurairah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ
قَالَ: بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْثٍ فَقَالَ:
«إِنْ وَجَدْتُمْ فُلاَنًا وَفُلاَنًا فَأَحْرِقُوهُمَا بِالنَّارِ»، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أَرَدْنَا الخُرُوجَ: «إِنِّي أَمَرْتُكُمْ
أَنْ تُحْرِقُوا فُلاَنًا وَفُلاَنًا، وَإِنَّ النَّارَ لاَ يُعَذِّبُ بِهَا إِلَّا
اللَّهُ، فَإِنْ وَجَدْتُمُوهُمَا فَاقْتُلُوهُمَا
»
»
Dari Abu Huraiah ra. bahwa dia
berkata, Rasulullah saw. mengutus kami dalam sebuah kelompok. Kemudian beliau
berkata, “Jika kalian menangkap fulan dan fulan, bakar keduanya dengan api.”
Kemudian, ketika kami hendak berangkat, beliau mengubah perintahnya, “Aku telah
memberikan perintah membakar fulan dan fulan, dan sungguh, tidak boleh menyiksa
dengan api kecuali Allah. Jika kalian berhasil menangkapnya, bunuh keduanya.”
Al-Bukhari menjelaskan bahwa berdasar hadis tersebut
membunuh dengan api hukumnya tidak boleh. Hal ini beliau sampaikan dalam judul
bab dalam kitab Sahih al-Bukhari, bab la yu’addzib bi adzabillah yang
berarti bab tentang tidak boleh menyiksa dengan siksaan Allah (Sahih
al-Bukhari, juz 4, hlm. 61).
Riwayat Abu Dawud
Imam Abu Dawud as-Sijistani (w. 275 H.) meriwayatkan hadis
dari sahabat Abdullah bin Amr bin ‘Ash sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
أَبِيهِ، قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
سَفَرٍ، فَانْطَلَقَ لِحَاجَتِهِ فَرَأَيْنَا حُمَرَةً مَعَهَا فَرْخَانِ فَأَخَذْنَا
فَرْخَيْهَا، فَجَاءَتِ الْحُمَرَةُ فَجَعَلَتْ تَفْرِشُ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بِوَلَدِهَا؟ رُدُّوا وَلَدَهَا
إِلَيْهَا». وَرَأَى قَرْيَةَ نَمْلٍ قَدْ حَرَّقْنَاهَا فَقَالَ: «مَنْ حَرَّقَ هَذِهِ؟»
قُلْنَا: نَحْنُ. قَالَ: «إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَذِّبَ بِالنَّارِ إِلَّا
رَبُّ النَّارِ
»
»
Dari Abdurrahman bin Abdullah
dari ayahnya yang berkata, “Kami bersama Rasulullah saw. dalam sebuah perjalanan.
Lalu, (ketika), beliau membuang hajat, kami melihat seekor burung hummarah
(emprit) dengan dua anaknya. Kami mengambil kedua anak burung tersebut. Lalu
induknya datang dan mengepakkan sayapnya. Nabi saw. datang lalu berkata, Siapa
yang mengganggu burung itu dengan mengambil anaknya? Kembalikan anaknya kepada
induknya.” Lalu, Rasulullah saw. melihat sebuah sarang semut yang telah kami
bakar. Beliau bertanya, “Siapa yang membakar sarang ini?” Kami menjawab,
“Kami.” Beliau bersabda, “Sungguh, tidak pantas menyiksa dengan api kecuali
Tuhan pencipta api.”
Ketika mengutip hadis ini, Imam
Abu Dawud memberi keterangan dalam bentuk judul bab “karahiyah harq
al-‘aduwwi bin nar” yang berarti haramnya membakar pasukan musuh (lihat
Sunan Abi Dawud, juz 3, hlm. 55).
Kata karahiyah dalam judul
bab tersebut berarti haram. bukan makruh. Penggunaan kata karahiyah
dengan pengertian haram sudah menjadi kebiasaan ulama salaf dari
golongan ahli hadis. hal ini sebagai bentuk tata krama agar tidak dianggap
lancang terhadap Allah. Allah tidak menyatakan haram demikian pula Rasulullah
saw. Namun, ketika dipahami maksud Rasulullah adalah melarang. Larangan
ini bersifat tegas (jazim) yang
artinya sama dengan mengharamkan.
Haramnya membakar pasukan musuh
adalah pendapat Imam Abu Dawud. Karena, dalam hadis tidak disebutkan keterangan
pembakaran pasukan musuh. Bahkan, sebenarnya hadis tersebut tidak sedang
membicarakan perang, tawanan, atau pasukan musuh. Hadis tersebut merupakan
komentar Nabi Muhammad tentang perbuatan sebagian sahabatnya yang membakar
sarang semut. Makhluk Allah yang tiada berdosa. Kemudian, pernyataan Nabi
tersebut diperluas pengertiannya oleh Imam Abu Dawud dalam konteks perang.
Yaitu keharaman membakar pasukan musuh dengan api. Bisa jadi, Imam Abu Dawud
melakukan qiyas aulawi. Yaitu menyamakan perbuatan yang melebihi kandungan
hadis. Tentu saja, membakar manusia lebih kejam dibanding sekadar membakar
semut. Menurut Imam Abu Dawud, kekejaman yang lumrah terjadi dalam perang
hendaknya tidak diperparah dengan melakukan kekejaman lain seperti membakar
pasukan musuh dengan api. Lebih-lebih yang sudah ditangkap dan tidak berdaya.
Riwayat ad-Darimi
Imam ad-Darimi (w. 255 H.) juga
meriwayatkan hadis tersebut. Beliau mengambil riwayat dari sahabat Abu
Hurairah. Hadisnya sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ الدَّوْسِيِّ، قَالَ: بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِي سَرِيَّةٍ فَقَالَ: «إِنْ ظَفِرْتُمْ بِفُلَانٍ
وَفُلَانٍ فَحَرِّقُوهُمَا بِالنَّارِ» حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ، بَعَثَ إِلَيْنَا
فَقَالَ: «إِنِّي كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ بِتَحْرِيقِ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ، ثُمَّ رَأَيْتُ
أَنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُعَذِّبَ بِالنَّارِ إِلَّا اللَّهُ، فَإِنْ
ظَفِرْتُمْ بِهِمَا، فَاقْتُلُوهُمَا
»
»
Dari Abu Hurairah ad-Dausi
yang berkata, “Rasulullah saw. mengutus pasukan (sariyah). Beliau memberikan
instruksi, ‘Jika kalian berhasil menangkap fulan dan fulan, bakar keduanya
dengan api.’ Ketika pagi harinya, beliau mengutus utusan yang membawa pesan kepada
kami dan memberikan instruksi, “Aku telah memerintahkan kalian membakar kedua
orang ini. Kemudian aku berpendapat, tidak pantas bagi seorang pun menyiksa
dengan api kecuali Allah. Jika kalian berhasil menangkap keduanya, bunuh
keduanya (dengan selain api).”
Ad-Darimi memberi keterangan pada
hadis tersebut dengan judul “bab fin nahyi ‘an at-ta’dzib bi ‘adzabillah” yang berarti larangan menyiksa dengan siksa
Allah (lihat Sunan ad-Darimi, juz 3, hlm. 1599).
Muhaqqiq kitab Sunan ad-Darimi
menyatakan hadis ini sahih.
Riwayat Ibnu Abi Syaibah
Ibnu Abi Syaibah (w. 235 H.) meriwayatkan hadis larangan
membakar dengan api dalam kitab al-Mushannaf. Redaksinya sebagai
berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ الدَّوْسِيِّ قَالَ: بَعَثَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ وَقَالَ: «إِنْ ظَفِرْتُمْ
بِفُلَانٍ وَفُلَانٍ فَأَحْرِقُوهُمَا بِالنَّارِ، حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ بَعَثَ
إِلَيْنَا، إِنِّي كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ بِتَحْرِيقِ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ، وَرَأَيْتُ
أَنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَذِّبَ بِالنَّارِ، إِلَّا اللَّهُ فَإِنْ ظَفِرْتُمْ
بِهِمَا فَاقْتُلُوهُمَا»
Dari Abu Hurairah ad-Dausi
yang berkata, “Rasulullah saw. mengutus pasukan (sariyah). Beliau memberikan
instruksi, ‘Jika kalian berhasil menangkap fulan dan fulan, bakar keduanya
dengan api.’ Ketika pagi harinya, beliau mengutus utusan yang membawa pesan kepada
kami dan memberikan instruksi, “Aku telah memerintahkan kalian membakar kedua
orang ini. Kemudian aku berpendapat, tidak pantas bagi seorang pun menyiksa
dengan api kecuali Allah. Jika kalian berhasil menangkap keduanya, bunuh
keduanya (dengan selain api).”
Sebelum meriwayatkan hadis ini
secara lengkap dengan sanadnya, Ibnu Abi Syaibah memberi keterangan bab man
naha ‘an at-tahriq bin nar yang berarti Bab tentang Nabi yang melarang
membakar menggunakan api (lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, juz 6, hlm.
485).
Riwayat Ibnu Hibban
Imam Ibnu Hibban (w. 354 H.)
meriwayatkan hadis larangan menyiksa dengan api lengkap dengan sanadnya dalam
kitab Sahih Ibn Hibban. Redaksinya sebagai berikut:
عَنْ عِكْرِمَةَ، أَنَّ عَلِيًّا، أُتِيَ بِقَوْمٍ قَدِ ارْتَدُّوا عَنِ
الْإِسْلَامِ، أَوْ قَالَ: زَنَادِقَةٍ، مَعَهُمْ كُتُبٌ، فَأَمَرَ بِنَارٍ فَأُجِّجَتْ
فَأَلْقَاهُمْ فِيهَا بِكُتُبِهِمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ، فَقَالَ: أَمَّا
أَنَا لَوْ كُنْتُ لَمْ أُحَرِّقْهُمْ، لِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَلَقَتَلْتُهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ» وَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
»
»
Dari Ikriamah bahwa Ali bin
Abi Thalib dibawakan orang-orang yang keluar dari Islam atau orang-orang
zindiq. Mereka memiliki koleksi buku-buku. Ali bin Abi Thalib memerintahkan
agar mereka dibakar. Api dinyalakan dan mereka dilemparkan ke dalamnya beserta
buku-buku mereka. Peristiwa itu sampai ke telinga Ibnu Abbas. Lalu Ibnu Abbas
berkata, “Jikalau saya yang ada di situ, saya tidak akan membakar mereka karena
Rasulullah saw. melarangnya. Dan niscaya saya akan membunuh mereka langsung,
karena Rasulullah bersabda, ‘Jangan siksa dengan siksaan Allah”. Rasulullah
juga bersabda, “Barangsiapa mengganti agamanya, bunuhlah mereka.”
Ibnu Hibban memberikan keterangan
sebelum meriwayatkan hadis tersebut dzikru az-zajri ‘an ta’dzib syai’in min
dzawatil arwah bi harqin nar yang berarti hadis larangan menyiksa
makhluk bernyawa dengan api (lihat Sahih Ibn Hibban, juz 12, hlm.
421).
Dalam ilmu asbabul wurud,
peristiwa yang melatarbelakangi sahabat mengutip hadis disebut asbab iradil
hadis atau peristiwa yang melatari pengutipan hadis. Peristiwa yang terjadi
pada masa Nabi tentang larangan membakar sarang semut disebut sabab wurudil
hadis, sedangkan pengutipan hadis oleh sahabat Ibnu Abbas ketika menyikapi
kebijakan sahabat Ali bin Thalib yang memerintahkan membakar orang-orang murtad
disebut sabab iradil hadis.
Hadis-hadis yang diriwayatkan
Ibnu Hibban ini adalah sahih, karena disebutkan dalam Sahih Ibni Hibban.
Kebijakan Ali bin Abi Thalib
Dalam riwayat Ibnu Hibban di atas
diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib berpendapat kebolehan membakar makhluk hidup
dengan api. Bahkan beliau menjalankan kebijakan tersebut. Apakah kebijakan
tersebut boleh diikuti oleh umat Islam karena beliau adalah generasi salaf?
Sahabat Nabi merupakan golongan
mulia yang kemuliaannya disebutkan dalam Alquran dan as-Sunnah. Allah
mengatakan, kuntum khaira ummatin ukhrijat lin nas (kalian adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia). Ayat ini turun untuk para sahabat
Nabi. Ayat ini jelas menyatakan sahabat adalah generasi terbaik. Selayaknya
mereka diikuti dan diteladani. Allah juga mengatakan, radhiyallahu ‘anhum wa
radhu ‘anhu (Allah menerima (islam, iman dan amal) mereka, dan mereka
menerima Allah (sebagai tuhan mereka)).
Nabi Muhammad saw. mengatakan, ‘alaikum
bi sunnati wa sunnati al-khulafa’ al-rasyidin al-mahdiyyin, pegangilah
sunnahku dan sunnah khulafa’ al-rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Dalam
kesempatan lain Nabi Muhammad bersabda, khairul qurun qarni tsumma al-ladzin
yalunahum tsumma al-ladzina yalunahum, sebaik-baik generasi adalah
generasiku, kemudian generasi setelahnya, lalu generasi setelahnya.
Menurut penulis, ada beberapa hal
yang perlu diketahui tentang kebijakan sahabat Ali bin Abi Thalib tersebut.
Pada saat itu, beliau belum mengetahui adanya larangan dari Rasulullah saw.
tentang membakar makhluk hidup. Setelah berita itu sampai kepada sahabat Ibnu
Abbas, sebagai salah satu pendukung sahabat Ali bin Abi Thalib dalam
kebijakan-kebijakan politiknya, sahabat Ibnu Abbas memberikan koreksi bahwa
kebijakan itu bertentangan dengan tuntunan Nabi. Kritik Ibnu Abbas didengar
oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kemudian, sayyidina Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah saat itu menarik kembali kebijakan tersebut. Sebagai sahabat
dekat, sayyidina Ibnu Abbas banyak memberikan koreksi dan banyak di antaranya
yang diterima oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ibnu Katsir (w. 776 H.),
penulis kitab sejarah murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (w. 728 H.), dalam
kitab al-Bidayah wa an-Nihayah menyebutkan beberapa kebijakan yang
dikoreksi oleh Ibnu Abbas dan diterima Ali bin Abi Thalib adalah mengenai
pembakaran tersebut. Ibnu Katsir menulis,
وَقَدْ كَانَ ابْنُ
عبَّاس يَنْتَقِدُ عَلَى عَلِيٍّ فِي بَعْضِ أَحْكَامِهِ فَيَرْجِعُ إِلَيْهِ عَلِيٌّ
فِي ذَلِكَ، كَمَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا
أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ أَنَّ عَلِيًّا حَرَّقَ نَاسًا ارْتَدَوْا عَنِ الْإِسْلَامِ
فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ: لو كنت أنا لم أحرقهم بِالنَّارِ، إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: " لا تعذبوا بعذاب الله
" بل كنت قَاتِلَهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ ". فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَقَالَ: وَيْحَ
ابْنِ عَبَّاسٍ ، وَفِي رِوَايَةٍ وَيْحَ ابْنِ عَبَّاسٍ
إِنَّهُ لَغَوَّاصٌ عَلَى الْهَنَاتِ
Ibnu Abbas mengeritik Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam
sebagian kebijakannya. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib menarik kembali
kebijakannya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari Ismail, dari
Ayyub, dari Ikrimah, bahwa Ali membakar sekelompok orang yang murtad dari
Islam. peristiwa itu sampai ke telinga Ibnu Abbas. Dia berkata, “Jika aku yang
membuat kebijakan, aku tidak akan membakar mereka dengan api. Rasulullah saw.
bersabda, ‘Jangan siksa dengan siksaan Allah’. Bahkan aku akan membunuh mereka
(dengan pedang) karena mengikuti sabda Rasulullah saw., ‘Barangsiapa mengubah
agamanya, bunuhlah dia.’ Komentar Ibnu Abbas itu sampai ke telinga Ali dan dia
berkata, ‘Sial, Ibnu Abbas.’ Dalam riwayat yang lain dikatakan, ‘Kasihan Ibnu
Abbas, dia menyelam mencari-cari kesalahan.’
(al-Bidayah wa al-Nihayah, juz 8, hlm. 330).
Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir ini, dapat disimpulkan
bahwa Ali bin Abi Thalib menerima koreksi Ibnu Abbas. Artinya, beliau menarik dan
membatalkan pendapatnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada lagi dalil
yang dapat digunakan membenarkan pembakaran pasukan musuh.
Penutup
Dalam ulasan sebelumnya, telah dijelaskan beberapa hal
berikut:
Pertama, Rasulullah saw. melarang keras membakar makhluk bernyawa.
Kedua, Rasulullah saw. pernah memerintahkan, namun mencabut perintah itu
sebelum perintah itu dilaksanakan para sahabatnya.
Ketiga, Rasulullah saw. pertama kali memerintahkan membakar karena geram
terhadap orang-orang musyrik yang berniat membunuh putri beliau yang hendak
menyusul hijrah ke Madinah. Karena geram, beliau menyuruh memburu dan membakar
orang yang mengejar putri beliau. Namun perintah itu dibatalkan sebelum
dilaksanakan.
Keempat, Rasulullah saw. kemudian melihat sebagian sahabat membakar sarang
semut. Rasulullah saw. menyayangkan perbuatan mengganggu makhluk Allah itu.
Kemudian, untuk kedua kalinya beliau menegaskan larangan membakar makhluk
hidup.
Kelima, para sahabat patuh mengikuti tuntunan Rasulullah saw. Mereka tidak
membakar makhluk yang masih hidup. Setelah Rasulullah wafat, ketika ada sahabat
yang melakukannya, mereka mengingatkan agar tidak dilakukan. Yang diingatkan
menerima peringatan tersebut.
Keenam, para ulama ahli hadis sepakat berpendapat bahwa membakar makhluk hidup
dilarang Rasulullah saw. Jika dilakukan, berarti tidak mengikuti ajaran Rasulullah
saw.
Dari poin-poin ini, dapat diambil kesimpulan bahwa membakar
makhluk hidup, baik manusia maupun hewan adalah perbuatan yang jauh dari
tuntunan Rasulullah saw. Perbuatan itu tidak mempunyai dasar dalam ajaran
Islam. Kalau ada yang membenarkannya, maka berarti dia tidak mengerti ajaran
Islam sesungguhnya yang dipenuhi kerahmatan pada alam semesta.
Assalamualaikum...saya menggunakan roket listrik untuk membunuh nyamuk, apakah sama dengan membakar? Mohon penjelasan nya, terima kasih
BalasHapusJazakallah khairon
Bisa dilijat penjelasan ust. Khalid Basalamah terkait pemakaian raket nyamuk di https://youtu.be/4OVm2yJNkhk
Hapus