Nikmatnya Berbagi Ilmu (Satu Tahun Mengikuti Perjalanan Komunitas Mahasiswa Pengkaji (Ilmu) Hadis)




Setahun ini, saya bersama kawan-kawan mencoba berbagi dengan apa yang kami punya. Spirit berbagi inilah yang coba kami tanamkan dalam diri kami. Dan kami ingin membuktikan bahwa berbagi tidak selalu berhubungan dengan materi. Baik itu berbentuk uang maupun barang. Berbagi sebenarnya berkaitan dengan kebutuhan. Dan kebutuhan manusia bukan saja terhadap materi. Dimensi-dimensi manusia cukup luas dan komplek. Dan dimensi-dimensi itu selalu “mengalami” kebutuhan. 


Ketika manusia dianugerahi fikiran dan hati, keduanya membutuhkan “isi”. Dan kebetulan, selama kami belajar bersama-sama, “isi” itulah yang kami dapatkan. Bagi kami, fikiran membutuhkan pengetahuan dan hati membutuhkan agama. Dan, sebagai Muslim, seperti sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad salla allah ‘alaih wa sallam kami merasa berkewajiban menyedekahi setiap ruas tulang, setiap lapis daging, dan setiap pengetahuan yang dianugerahkan kepada kami. Caranya adalah dengan membuatnya positif bagi diri kami dan orang lain. Nabi saw. mengajarkan banyak cara, mulai dari membersihkan masjid, menyingkirkan duri yang dapat melukai orang lain, dan salat Duha (HR Abu Dawud). 
Berbagi ilmu merupakan salah cara berbuat positif untuk diri kami dan orang lain. Semangat berbagi ilmu inilah yang hendak kami tanamkan begitu dalam dalam diri kami. Cara kami berbagi ilmu adalah dengan memberikan pelatihan, pengkajian, dan pengajian kepada mereka yang membutuhkan. Dan bersyukurlah kami karena Allah swt menghubungkan kami dengan orang-orang yang membutuhkan. Mereka mengenal kami dan menghubungi kami tentang kebutuhannya terhadap ilmu kami. Kami pun diberi kesempatan menjalin hubungan silaturahim, bertukar informasi, dan tentu saja berbagi ilmu. 
Pada awal tahun lalu, kami mendapat undangan untuk mengisi acara liburan di sebuah pesantren di Condet, Jakarta Selatan. Pesantren itu bernama Tapak Sunan. Kebetulan ada sebagian kawan yang alumni pesantren tersebut. Dan memperkenalkan kegiatan-kegiatan kami di kampus yang banyak bergiat dalam pengkajian hadis dan ilmu hadis. Dalam kegiatan liburan tersebut, kami diminta untuk berbagi wawasan mengenai ilmu hadis kepada anak-anak tingkat SMP dan SMA. Dan team kami dengan cerdasnya menggunakan metode pengajaran yang belum pernah digunakan dalam model pengajaran hadis dan ilmu hadis. Kami menggunakan dua metode saat itu. Kebetulan keduanya disusun hanya dalam satu malam. Satu hari sebelum keberangkatan. Kedua metode itu ialah metode teatrikal dan games. Tentu tidak lazim mengajarkan ilmu hadis menggunakan metode teatrikal. Tapi kami mencoba dan lumayan berhasil. Keberhasilan ini kami nilai dari segi perhatian peserta, pemahaman mereka terhadap materi, dan keterlibatan mereka dalam mengikuti setiap instruksi yang kami berikan. Inti metode ini adalah belajar dengan bermain. Menyenangkan dan berwawasan. 
Materi yang kami berikan merupakan materi yang prinsipil dan khas ilmu hadis. Utamanya yang berkaitan dengan kecermatan, kejujuran, dan hafalan. 



Gambar 01. Peserta asyik belajar menghafal hadis, menguji hafalan mereka dan membayangkan bagaimana sulitnya menghafal seperti ulama terdahulu

Kegiatan ini diikuti oleh sekitar dua ratus orang peserta. Dari tingkat SMP hingga SMA. Jumlah yang banyak dan tingkat pendidikan mereka yang belum mengenal ilmu hadis membuat kami pada mulanya pesimis. Namun berkat ide cemerlang team kami, semua berjalan lancar. Acara yang digelar kurang lebih dua jam setengah itu dapat diselesaikan dengan baik. Melihat banyak peserta dan ketidakmungkinan penggunaan satu aula, kami pun memecah peserta menjadi dua. Putera dan puteri. Dan masalah timbul ketika team putri kami gagal hadir karena satu dan lain hal. Terpaksa kelompok santri puteri diajar team putra kami. Namun kami juga harus ekstra hati-hati agar etika, adab, dan tata krama pesantren tetap terjaga dengan baik.



Gambar 02. Kalau sudah mejeng begini, sepertinya gak ada yang gak suka. 
Ruangan yang kami gunakan pun pada akhirnya harus menyesuaikan. Sempit-sempit dikit tak apa-apa lah. Yang penting tetep menjaga sopan santun ala pesantren. Ada beberapa hal yang membuat peserta terlihat antusias. Pertama, joke-joke dari pemateri seringkali membuat peserta selalu senyum-senyum. Itung-itung refres karena setiap hari santri harus menghadapi buku dan kegiatan. Kedua, rasa penasaran mereka terhadap ilmu hadis. Dan ketiga, rasa penasaran terhadap dunia kampus. Mereka melihat dunia kampus menyuguhkan citra positif (keren), dan mereka mengharapkan bisa menjadi mahasiswa di kemudian hari. Pesantren bagi banyak orang, dan pikiran sebagian besar peserta saat itu, merupakan lembaga pendidikan yang kurang diminati. Dan perguruan tinggi menyuguhkan gengsi tersendiri. Namun kami menunjukkan tontonan yang kami harapkan dapat menjadi tuntunan bahwa pesantren dan perguruan tinggi merupakan kombinasi yang unik untuk memajukan kehidupan umat Islam. Kemajuan pola fikir dan cara menghadapi masalah. Termasuk menghadapi masalah ketidak-populeran yang pesantren sudah banyak mengajarkannya. Ilmu hadis merupakan ilmu keislaman yang sangat tidak populer. Bahkan karena sebagian pihak sering menggunakannya untuk menyalahkan kelompok lain, sebagian orang menjadi alergi dengan yang berbau hadis dan ilmu hadis. Akhirnya, ilmu hadis menjadi ilmu paling miris nasibnya di negeri mayoritas Muslim ini. Tapi, kami melihat provokasi kami agak berhasil ketika melihat keceriaan dan antusiasme peserta.  
  



Gambar 03. Peserta mengikuti pemaparan materi.

Beberapa bulan berikutnya, kami mengadakan pelatihan Ilmu Rijal al-Hadis. Salah satu bagian dari ilmu hadis. Ilmu ini membahas tentang berbagai segi tentang periwayat. Ada ribuan orang yang namanya tercantum dalam puluhan kitab hadis bersanad dan kita tidak tahu sama sekali siapa mereka. Mereka tentu saja para ahli hadis yang berperan penting dalam penyebaran hadis, mendokumentasikan, dan menjaganya dari perubahan-perubahan. Kerja keras mereka melibatkan jaringan manusia antar benua, aliran, kelas sosial, kultur dan budaya yang beraneka macam. Nama-nama itu didaftar, disistematisasikan, dan dibukukan. Berjilid-jilid buku dihasilkan dari kerja keras lintas zaman ini. Bagi generasi seperti kita, yang banyak di antaranya yang tidak mengerti bahasa Arab, akan sangat sulit mengakses nama-nama tersebut. Padahal, mengetahui nama-nama itu sangat penting karena akan menentukan benar-tidaknya, dapat dipercaya atau tidaknya informasi yang diklaim dari Nabi saw. sahih tidaknya hadis dari Nabi ditentukan oleh nama-nama tersebut. Seperti apa kualitas mereka, seberapa serius mereka menjaga sabda-sabda Nabi saw. seberapa teliti mereka dan seberapa tepat mereka. Semua telah diteliti oleh para ulama ahli ilmu rijal al-hadis dan dituangkan dalam ribuan lembar halaman kitab Rijal al-Hadis.  Pertanyaannya, kalau kita berminat terhadap kajian ini, bagaimana cara mengakses nama-nama itu dengan cara yang mudah, cepat, dan tepat? Inilah tujuan pelatihan ini. 
Pelatihan ini diikuti oleh Mahasiswa Program Studi Tafsir Hadis UIN Jakarta. Dan bertempat di perpustakaan Pesantren Darus-Sunnah (International Institute for Hadith Sciences), Ciputat Indonesia. Mereka berjumlah sekitar seratus dua puluhan orang dari empat kelas yang mengambil Mata Kuliah Ilmu Rijal al-Hadis. 


Gambar 04. Peserta sedang serius mengikuti arahan mentor dan mencatat temuannya.
Dalam kesempatan ini, kami menggunakan sistem mentoring dimana setelah pemaparan materi, peserta dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari lima hingga tujuh orang peserta dengan satu orang mentor. Berdasarkan buku panduan yang sudah disediakan team dan para mentor yang siap meladeni pertanyaan-pertanyaan peserta, acara berjalan dalam empat sesi dalam dua dua hari. Peserta merasa benar-benar dibimbing sekalipun mereka tidak dipaksa mengerjakan. Mereka penasaran dengan sendirinya. Sekalipun referensi cukup banyak, banyaknya peserta membuat buku-buku itu diperebutkan. Sebenarnya kami juga menyajikan buku-buku Rijal al-Hadis digital dalam bentuk PDF. Sayangnya mereka merasa nyaman dengan buku-buku cetakan. Kendala yang dihadapi lagi adalah mereka merasa kemampuan bahasa Arab mereka kurang memadai. Jadi, rasa penasaran mereka kurang terpuaskan. Untuk sementara, kami mengatasinya dengan membuat teknik-teknik mengidentifikasi nama, asal daerah, guru, murid, kualitas dan tahun wafat. Apa saja bahasa Arabnya dan mereka sepertinya mengerti karena di akhir sesi mereka dapat mengerjakan biografi perawi dengan lumayan lengkap. Di akhir penutupan setiap peserta diharuskan mengisi permasalahan yang mereka hadapi dalam menggunakan kitab rijal al-Hadis. Masalah-masalah mereka menjadi penting bagi kami untuk mengembangkan metode yang lebih mudah. 
Pada bulan Ramadan tahun ini, 2014, kami mengadakan kilatan dengan pembacaan dua kitab kuning. Pesertanya adalah mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di sekitar Tangerang. Ada yang dari UIN Jakarta, UM Jakarta, dan UM Tangerang. Mereka berasal dari jurusan dan konsentrasi yang beraneka macam. Dari konsentrasi Tafsir Hadis, Syariah, Tarbiyah, hingga Hubungan Internasional. Selama dua puluh hari pembacaan kitab kuning, mereka antusias menghadiri dan mengikuti kegiatan hingga selesai. Biasanya dimulai jam 08.00 WIB dan berakhir 11.30 WIB. Kitab yang dibaca adalah al-Tadzhib fi Matn Ghayah wa Taqrib karya Mustafa Dib al-Bugha, ulama Mesir yang memberikan keterangan mengenai dalil-dalil naqli ajaran fiqh Syafi’I yang terdapat dalam kitab Ghayah al-Taqrib karya Syekh Abu Syuja’. Pembahasan ditekankan pada metode istinbat hukum hingga menjadi rumusan fiqh yang tertuang dalam kitab tersebut. Yang kedua adalah kitab al-Thuruq al-Shahihah fi Fahm al-Sunnah al-Nabawiyyah karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Guru kami di pesantren Darus-Sunnah. Buku ini mengulas metode-metode pemahaman hadis muktabar yang dikembangkan para ulama era klasik. Pengajian kilatan ini berjalan selama dua puluh hari dari awal puasa. Pada akhir kilatan, kami mengadakan buka bersama dan ditutup dengan pembacaan sanad fiqh mazhab Syafi’i.



Gambar 05. Inilah peserta yang mampu bertahan hingga penutupan kilatan kitab kuning. Narsis dikit. Sekalipun foto bersama, jarak antara peserta putra dan putri dalam foto ini sebenarnya cukup lebar. Jadi jangan suuzan yah.

Program kami pada bulan selanjutnya adalah mendiskusikan tema-tema kajian hadis kontemporer. Kami ingin mengetahui bagaimana kondisi pengkajian hadis saat ini. Ada lima artikel utama yang kami kaji yang semuanya dimuat dalam jurnal internasional. Pada pertemuan terakhir, kami mengambil garis besar, bahwa kajian hadis dunia saat ini telah diintegrasikan dengan kajian keilmuan lain seperti sosiologi, sejarah dan filologi. Karenanya, kami membuat komitmen rekomendasi bahwa program selanjutnya adalah penguatan basis sosiologis kami. Kami membuat program kajian sosiologi hadis. Istilah ini tidak begitu populer, hatta untuk dunia yang paling modern dan terhubung seperti dunia google. 

Gambar 06. Potret keseriusan kawan-kawan komunitas pengkajian hadis. 



Kegiatan lain yang kami lakukan adalah mengadakan pelatihan penggunaan software Maktabah Syamilah untuk Mahasiswa. Kegiatan ini dilaksanakan bersama dan di Laboratorium Tafsir Hadis UIN Jakarta. Penggunaan software ini sebenarnya sudah cukup populer. Namun banyak di antara kawan-kawan mahasiswa yang kurang mengerti software ini. Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh tiga puluh orang peserta lintas fakultas dan kampus.







Gambar 07. Kegiatan Pelatihan Maktabah Syamilah

Demikian lah kegiatan berbagi kami selama setahun ini. Kehidupan semacam ini, sekalipun tidak memberikan keuntungan material dan di tengah-tengah kembang kempisnya kantong mahasiswa, kami masih diberi kesempatan istiqamah. Inilah nikmatnya jalan berbagi ilmu. Memberikan yang kami bisa berikan kepada mereka yang membutuhkan asupan pikiran dan hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Ilmu Menurut Osman Bakar*

Hadis Hubbul Wathan Minal Iman Itu Sahih…

Rasulullah Melarang Membunuh dengan Api