Menyoal Tarikh al-Kabir: Tradisi Kritik Hadis Generasi Pertama



Diskusi el-Bukhari Insitute kali ini mengangkat artikel Christopher Melchert yang berjudul Bukhari and Early Hadith Critisism. Sebuah artikel yang diterbitkan oleh jurnal internasional JSTOR. Pemateri adalah saudari Rizqa Fathurrahmah dan dimoderatori oleh saudara Abdul Karim Munthe yang juga Direktur el-Bukhari Institute. 


Dalam pemaparannya, Rizqa menjelaskan bahwa artikel itu merupakan telaah terhadap penelitian seorang islamisist Barat bernama Norman Calder. Salah satu tesisnya yang paling penting adalah tentang penolakan atas penisbatan kitab Tarikh al-Kabir kepada al-Bukhari. Bahkan, menurutnya, susunan Tarikh al-Kabir harus direstrukturisasi kembali karena tidak sesuai dengan kitab al-Ilal fi Ma’rifat al-Rijal karya imam Ahmad bin Hanbal. Karya yang lebih dulu muncul dalam sejarah ilmu rijal. 

Rizqa memaparkan bahwa Norman Calder, seperti ditulis oleh Melchert, mendasarkan tesisnya itu pada beberapa argumen. Pertama, seandainya benar TK adalah karya al-bukhari maka harusnya rawi-rawi dalam kitab Sahih-nya dapat ditemukan dalam TK. Nyatanya adalah ada banyak rawi Shahih Bukhari (SB) yang biografinya tidak ditemukan dalam TK. Padahal, selama ini ada keyakinan bahwa TK merupakan karya biografi paling lengkap yang dikarang al-Bukhari. TK mencantumkan 12.300 tradisionist (perawi). Karya yang pada masa selanjutnya menginspirasi, bahkan menjadi rujukan bagi karya-karya selanjutnya. Hal ini melahirkan sejumlah kejanggalan. Lalu dimana biografi para perawi SB? Tidak mungkin al-Bukhari mencantumkan hadis mereka bila mereka tidak dikenal. Inilah argumen pertama yang mengantar Calder tidak percaya bahwa TK adalah karya al-Bukhari. 

Kedua, dengan membandingkannya dengan al-Ilal fi Ma’rifat al-Rijal, al-Jarh wa Ta’dil, yang menunjukkan bahwa penulisan TK dilakukan oleh orang yang amatir. Banyak kesalahan fatal yang ditemukan. Bahkan untuk sekadar menulis judul untuk resumenya, Tarikh Shaghir (TS), terjadi kesalahan menjadi Tarikh Ausath (TA). Kondisi itu diperparah dengan kesalahan penggunaan naskah yang disebarluaskan oleh Fada’ al-Razi. Sebagai penyalin, dia menyalin naskah yang salah dari al-Bukhari. Bahkan daftar kesalahan itu pernah ditulis oleh seorang kritikus klasik, misalnya kitab Bayan Khatha’i Muhammad bin Isma’il al-Bukhari Fi Tarikhihi. Hal ini menunjukkan betapa amatirnya penulis sebenarnya dari TK. Dan tidak mungkin itu adalah al-Bukhari.  

Ketiga, akurasi informasi TK tentang kualitas perawi. Kitab ini tidak layak menjadi sumber rujukan perawi-perawi sahih. Terdapat banyak perawi yang tidak pernah bertemu dengan guru-gurunya. Lebih-lebih penulis TK tidak bertemu dengan perawi-perawi yang dikritisi dan dinilainya. Darimana seseorang dapat menilai orang lain (baca:perawi) padahal dia tidak pernah bertemu? Al-Bukhari pasti lebih selektif daripada penulis sebenarnya TK ini. Inilah argumentasi ketiga Calder.

Namun, di akhir artikel Melchert membantah keraguan Calder di atas. Bahwa Calder terlalu lebay dalam mengambil kesimpulan. Bahwa memang ada beberapa kesalahan dalam TK. Namun hal itu menurutnya wajar sebagaimana umumnya karya tulis. Kesalahan itu pun sebenarnya tidak terlalu fatal sehingga bisa dikaitkan dengan kesahihan penisbatan (attribution) TK kepada al-Bukhari.
Dalam sesi tanya jawab, para diskusan rupanya kurang tertarik dengan materi diskusi. Bahkan sebagian menaruh curiga kepada sosok Calder, yang orientalis dan Barat, bahwa dia bermaksud meruntuhkan kepercayaan publik Islam kepada buku-buku biografi. Karena, bila dipikir, kalau TK salah, maka hal ini akan berimbas pada kitab-kitab rijal setelahnya, yang banyak mengutip kitab tersebut. Pada akhirnya semua menjadi bermasalah. Inilah alasan kecurigaan sebagian diskusan. 

Sebagian lagi memberikan catatan bahwa fenomena Calder ini patut dijadikan pelajaran. Bahwa apa yang selama ini kita anggap selesai dan tak perlu dipikirkan, ternyata juga bisa, bahkan dalam beberapa hal wajib kembali difikirkan (rethinking). Utamanya, dalam kajian hadis yang dalam banyak hal, asumsi-asumsi yang telah dipercayai selama berabad-abad tidak pernah lagi diuji. Praktik Calder memberikan pelajaran penting. Terlepas dari tujuan dan caranya melakukan pengkajian. 

Pertanyaan lainnya, terkait dengan perincian argumen Calder yang dalam sesi ini belum dapat diselesaikan. Diskusan merekomendasikan merujuk buku asli Calder. Karena, tiga argumen Calder masih menyimpan sejumlah kejanggalan. 

Diskusi yang diadakan oleh al-Bukhari Institute (e-BI) pada 13/09/14 ini, diikuti sembilan orang diskusan. Dimulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada 10.30 WIB.  (catatan: mkh)


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Ilmu Menurut Osman Bakar*

Hadis Hubbul Wathan Minal Iman Itu Sahih…

Rasulullah Melarang Membunuh dengan Api