Book Review “Teologi dalam Periwayatan Hadis” Aceng Abdul Kodir, Pustaka Aura Semesta, 2013, ISBN 978-602-17623-5-6
Menjadi opini umum,
bahwa para ahli hadis cenderung menolak riwayat orang-orang yang disinyalir mengikuti
aliran pemikiran tertentu atau yang sering disebut ahl al-ahwa’ wa al-bida’
(baca: mutakallim). Buku ini berusaha menampilkan ‘bentuk’ rekonsiliasi antara
ahli hadis dan para pengikut aliran pemikiran.
Dengan menggunakan metode historis, Aceng Abdul Kodir menampilkan sejarah perseteruan, akar-akar sosial-politik, serta kelompok-kelompok sektarian yang turut terlibat dalam kontestasi wacana keilmuan-keagamaan pada tiga ratus tahun pertama hijriah. Tepatnya dia melacak akar polemik dari perseteruan politik sahabat, faksi-faksi yang bertarung, serta evolusi faksi-faksi tersebut dari gerakan politik menjadi gerakan keagamaan.
Dengan menggunakan metode historis, Aceng Abdul Kodir menampilkan sejarah perseteruan, akar-akar sosial-politik, serta kelompok-kelompok sektarian yang turut terlibat dalam kontestasi wacana keilmuan-keagamaan pada tiga ratus tahun pertama hijriah. Tepatnya dia melacak akar polemik dari perseteruan politik sahabat, faksi-faksi yang bertarung, serta evolusi faksi-faksi tersebut dari gerakan politik menjadi gerakan keagamaan.
Pendekatan
sejarahnya memberikan gambaran kepada kita, bahwa sejak era sahabat, dunia
sudah sangat kacau. Sehingga keyakinan terhadap adanya sumber (otoritas) agama yang
otentik sangat sulit. Bahkan untuk sekadar menggambarkan pribadi yang
sebenarnya dari Nabi saw. menjadi tidak mungkin. Kodir memetakan tiga model
narasi keagamaan yang berkembang luas saat itu. Yaitu narasi ahli fiqh, ahli
kalam, dan ahli hadis. Ahli hadis merupakan gerakan oposisi terhadap ahli fiqh (ra’yu)
sebelum kemudian terjadi rekonsiliasi di tangan al-Shafi’i. Perseteruan yang
cukup rumit terjadi antara ahli hadis dengan kaum teolog (Murji’ah, Muktazilah,
Syi’ah, Qadariah). Dunia yang kacau semacam itu, membuat tradisi kenabian
banyak mengalami distorsi. Berangkat dari teori salvation history-nya John
Wansbrough (1928-2002), Kodir menyatakan bahwa para ulama ahli hadis abad kedua
dan ketiga hijriah yang mencoba mengumpulkan potongan-potongan informasi
tentang nabi mereka pada dasarnya hanya mendapatkan informasi yang bisa
dipastikan tidak meyakinkan. Kalau tidak kita sebut salah. Upaya penyelamatan
sejarah oleh para ulama ahli hadis menjadi upaya yang sia-sia (hlm. 69).
Pada
bagian ketiga, Kodir menampilkan narasi para penyelamat sejarah itu. Mereka telah
bekerja secara maksimal dengan merumuskan metode yang diyakini cukup ampuh
dalam menyaring informasi yang otentik dari era kenabian. Sayangnya, dalam
hubungan dengan kaum teolog, para ahli hadis harus bersikap kritis sebelum
menerima riwayat dari mereka. Dan sangat disayangkan harapan mereka untuk dapat
memperoleh informasi yang benar harus berhadapan dengan pemalsuan sumber-sumber
utama mereka. Dengan mengadopsi teori common link dan backward
projecting untuk meneguhkan logika ‘kekacauan’ yang dibangun pada bagian
sebelumnya, Kodir dengan gampangnya menohok para common link sebagai
tokoh-tokoh pemalsu. Belum lagi, mereka adalah tokoh-tokoh kalam yang menjadi
sasaran kritik para ahli hadis. Sederhananya, upaya penyelamatan itu pada
akhirnya hanya membidik sumber-sumber palsu rekaan para tokoh intelektual paruh
kedua abad kedua.
Bagian
terakhir buku ini mencoba mengatakan bahwa pada akhirnya, setelah melalui upaya
yang serius dan melelahkan, kaum teolog dan ahli hadis dapat berdamai. Para ahli
hadis menerima riwayat ahli kalam. Banyak biografi para periwayat teolog
sekalipun dilabeli dengan sebutan yang peyoratif seperti Qadari, namun mereka
diterima.
Kalau
boleh saya memberikan catatan, saya pribadi belum dapat menerima logika salvation
history, common link, dan backward projecting. Diversivikasi para
intelektual muslim abad kedua dan ketiga hijriah dalam kelompok ahli hadis,
ahli fiqh, dan ahli kalam juga cukup riskan. Logika konflik yang dibangun juga
merupakan pilihan yang sulit untuk membaca sejarah ahli hadis. Apalagi, logika
rekonsiliasi yang dibangun Kodir harus masuk tong sampah, karena pada dasarnya
kerjaan para ahli hadis itu sekadar memungut sampah sejarah. Masak iya, mereka
hanya kolektor barang-barang imitasi-palsu.
Review, M. Khoirul Huda
Darus-Sunnah
International Institute for Hadith Sciences
Ciputat, Indonesia
Komentar
Posting Komentar