Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi Saw. (Sebuah Abstrak untuk Skripsi)


M. Khoirul Huda

Analisis saya terhadap metode ushul fiqh atau ilmu matan hadis berkesimpulan bahwa metode tersebut tergolong apa yang oleh pakar analisis wacana sebut sebagai paradigma positivisme. Yaitu kecenderungan penafsiran yang sangat tergantung pada aspek kebahasaan, semantik, gramatikal, dan problem-problem kebahasaan lainnya. Sedangkan analisis terhadap metode pemilahan Ibn ‘Āsyūr berakhir pada kesimpulan bahwa metode tersebut cenderung pada aliran paradigma konstruktivisme. Sebuah kecenderungan penafsiran yang menekankan pentingnya subjek yang memproduksi wacana yang sering diabaikan dalam analisis wacana aliran positivisme.

Gagasan mengenai pemilahan posisi Nabi saw. merupakan ide lama yang kontroversial dan rumit. Kontroversi karena umat Islam terfragmentasi ke dalam dua kelompok. Yaitu mereka yang mendukung dan mereka yang menolaknya. Sedangkan kerumitannya terletak pada mekanisme pemilahan. Bagaimana kita bisa membedakan satu posisi dari yang lain. Apa argumentasinya.

Berangkat dari tesis pendukung pemilahan posisi, beberapa intelektual mengembangkannya menjadi metode pemahaman hadis. Di antara sekian banyak intelektual itu adalah Ibn ‘Āsyūr (1879-1973 M.). Seorang reformis dari Tunisia yang dikenal melalui tafsir dan pemikiran Maqāṣid al-Syarī’ah-nya. Skripsi ini berusaha menyelidiki metode pemahaman hadis berdasar pemilahan posisi Nabi yang dikembangkan beliau.

Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan dengan metode lain yang saya nilai sebagai metode dominan. Metode itu adalah teori-teori ushul fiqh, terutama yang dekat dengan tradisi kajian hadis seperti yang dikembangkan dalam ilmu matan hadis yang meliputi Mukhtalif al-Ḥadīṡ, Gharīb al-Ḥadīṡ dan Asbāb al-Wurūd. Analisis terhadap kedua metode itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis wacana. Salah satu metode yang banyak digunakan dalam penelitian teks. 

Analisis saya terhadap metode ushul fiqh atau ilmu matan hadis berkesimpulan bahwa metode tersebut tergolong apa yang oleh pakar analisis wacana sebut sebagai paradigma positivisme. Yaitu kecenderungan penafsiran yang sangat tergantung pada aspek kebahasaan, semantik, gramatikal, dan problem-problem kebahasaan lainnya. Sedangkan analisis terhadap metode pemilahan Ibn ‘Āsyūr berakhir pada kesimpulan bahwa metode tersebut cenderung pada aliran paradigma konstruktivisme. Sebuah kecenderungan penafsiran yang menekankan pentingnya subjek yang memproduksi wacana yang sering diabaikan dalam analisis wacana aliran positivisme.

Untuk menguatkan tesis saya ini, saya menganalisis secara mendalam pemikiran Ibn ‘Āsyūr melalui pendekatan analisis wacana kritis (AWK), utamanya yang dikembangkan oleh Muhammad Abed al-Jabiri. Bukti-bukti bahwa metode pemahaman Ibn ‘Āsyūr tergolong konstruktivis dapat ditemukan dalam usahanya menyusun argumen akan pentingnya Maqāṣid al-Syarī’ah, Maqāṣid al-Ḥadīṡ, Maqāṣid al-Rasūl, indikator internal maupun eksternal, tekstual maupun situasional, dan kategorisasi motif sabda Nabi.     

Kedua aliran tersebut pada dasarnya memiliki kelemahan dalam aspek keterlibatan subjek produsen wacana dalam kontestasi kuasa-ideologi. Bahwa memproduksi wacana juga memproduksi kuasa. Kedua metode pemahaman hadis itu masih absen dalam menempatkan Nabi Saw. dalam konteks kuasa-ideologi ini. Artinya, hadis Nabi belum pernah dibaca melalui analisis wacana kritis. 

Pada akhirnya, pandangan Ibn ‘Āsyūr selaras dengan kelompok yang memerlukan pemilahan posisi Nabi dalam memahami hadis lainnya seperti Ibn Qutaibah (276 H.), Muslim bin Hajjāj (261 H.), dan Ibn Ḥibbān (354 H.).  al-Syīrazī (476 H.), al-Qarrāfi (684 H.) dan al-Subkī (756 H.), Syah Waliyullāh al-Dahlawī (1704 H.), Rasyid Ridā (1865-1935 M.) dan Mahmūd Syaltūt (1893-1963 M.), Syuhudi Ismail (1943-1996). Gagasan Ibn ‘Āsyūr ini tidak sepakat dengan pandangan intelektual seperti Abu al-‘Ala’ al-Maududi (1903-1979 M.), Sulaiman bin Salih al-Kharasyi dan Bustami Ahmad Sa’id.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Ilmu Menurut Osman Bakar*

Hadis Hubbul Wathan Minal Iman Itu Sahih…

Rasulullah Melarang Membunuh dengan Api