Kesahihan Hadis Jihad Akbar Melawan Nafsu
M. Khoirul Huda
Ada sebagian kecil umat Islam
yang menggebu-gebu semangat jihadnya. Menurut mereka, segala permasalahan di
negeri ini, dan negeri-negeri Islam lainnya, hanya dapat selesai dengan jihad. Jihad
yang mereka maksud adalah berperang secara fisik. Bunuh-bunuhan. Qital. Itu
kata mereka. Dalam setiap forum pengajian, seminar, diskusi, dan
omongan-omongan di antara sesamanya, jihad selalu disebut berulang-ulang.
Seperti tidak ada kata lain yang lebih indah selain jihad. Para juru bicara
mereka, setiap berbicara dalam forum-forum pengajian, tidak lupa memompakan
semangat berjihad. Tidak boleh ada disenting opinion. Opini lain yang
berbeda. Semisal opini yang menyatakan keragaman makna jihad. Selain perang
juga bisa bermakna kerja keras, dan lainnya. Atau ketika ada yang menyampaikan
bahwa jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu. Bukan jihad dalam arti
berperang dan bunuh-bunuhan. Statemen terakhir ini sepertinya berpotensi
meruntuhkan materi propaganda mereka.
Jika ada yang nyeletuk soal
jihad melawan nafsu lebih utama dibanding jihad perang, mereka akan menolaknya.
Jika sedikit mengerti hadis, mereka akan mengatakan bahwa hadis yang
menjelaskan jihad terbesar ialah melawan nafsu adalah hadis daif. Hadis daif
tidak boleh dijadikan dalil. Terkadang tidak sampai di situ. Mereka mencari
kambing hitam. Mereka bilang, jihad melawan nafsu itu ajaran kaum sufi. Kaum
yang banyak mengerjakan amalan bid’ah. Bahkan mengamalkan amalan syirik.
Seperti menyembah kuburan, meminta kepada orang yang sudah mati, dan lain
sebagainya.
Nah, dalam tulisan
ini, saya akan bicara soal vonis daif pada hadis jihad melawan nafsu. Ada
persoalan yang perlu diluruskan. hehehe. Serius bener ya. Pake diluruskan
segala. Tapi iya, emang bener. Ada yang perlu diluruskan.
Kebanyakan mereka terfokus pada hadis berikut:
رَجعْنَا من الْجِهَاد
الْأَصْغَر إِلَى الْجِهَاد الْأَكْبَر
kami kembali dari jihad kecil kepada jihad besar
Saya kasih catatan,
saudara. Jika mengkaji hadis, kaji yang lengkap. Jangan setengah-setengah.
Karena, jika hanya berdasarkan satu hadis lalu orang menyimpulkan, takutnya dia
malah meninggalkan ajaran Islam atau malah mengingkarinya. Padahal bisa jadi
ajaran yang ditinggalkan itu penting dipegangi sebagai pegangan hidup di dunia
yang fana ini. Contohnya ya hadis jihad besar melawan nafsu ini.
Hadis di atas
memang secara sanad dihukumi lemah (daif). Hadis ini diriwayatkan al-Baihaqi
dalam az-Zuhd, al-Khathib dalam Tarikh Baghdad, an-Nasa’i dalam al-Kuna.
Al-Baihaqi mengatakan, hadza isnadun fihi dhu’fun (sanad ini mengandung
kelemahan).
Sekalipun dikatakan
lemah al-Baihaqi, namun sebenarnya tidak ada masalah dalam kontennya. Secara
substansi, makna hadis tersebut sahih. Nafsu adalah kesadaran yang mendorong
orang menuruti keinginannya karena mengira keinginan itu baik untuk dirinya.
Karena itu nafsu sering menjebak manusia dalam ilusi. Agama datang untuk
membimbing nafsu agar mengikuti perintah Allah, bukan mengikuti keinginan
sendiri. Menolak keinginan nafsu memerlukan usaha yang berat. Lebih-lebih
mengarahkannya mengikuti perintah-perintah Allah. Nafsu yang tidak terkontrol
akan menjerumuskan manusia dalam angkara murka, kezaliman pada sesama, kerusakan
alam semesta, dan kedurhakaan kepada Tuhan pencipta semesta. Banyak sekali ayat
Al-Quran yang berbicara tentang anjuran menjauhi memperturutkan hawa nafsu.
Sebagaimana Al-Quran, Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan bahwa menolak
memperturutkan hawa nafsu adalah sebuah perbuatan terpuji. Bahkan beliau
menegaskan berjuang melawan memperturutkan hawa nafsu adalah perjuangan besar.
Jihad akbar dan jihad paling utama. Coba kita baca pelan-pelan hadis berikut:
أفضلُ
الْمُؤْمِنينَ إسْلاماً مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسانِهِ وَيَدِه وأفْضَلُ
المُؤْمِنينَ إيمَاناً أحْسَنُهُمْ خُلُقاً وأفْضَلُ المُهاجِرِينَ مَنْ هَجَرَ
مَا نَهى اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ وأفضلُ الجهادِ منْ جاهَدَ نَفْسَهُ فِي ذاتِ
اللَّهِ عزّ وجَل
Mukmin yang paling
utama keislamannya adalah umat Islam selamat dari keburukan lisan dan
tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya.
Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad
paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.
Hadis ini
diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, dan
Sahih Ibn Hibban. Hadis jihad paling utama adalah melawan nafsu di atas
berstatus sahih. Paling tidak dengan melihat kitab yang mencantumkannya, jika
sudah mafhum; Sahih Ibn Hibban. Lalu, bagaimana penjelasan para ulama
tentang hadis di atas?
Pendapat At-Thaibi
(w. 743 H.)
Dalam kitab Al-Kasyif ‘An Haqaiq as-Sunan Syarh Misykat
al-Mashabih, at-Thaibi mengomentari hadis tersebut dan mengatakan,
يعنى المجاهد ليس من قاتل الكفار فقط، بل
المجاهد
من حارب نفسه وحملها وأكرهها على طاعة الله تعالى؛ لأن نفس الرجل أشد عداوة معه من الكفار؛ لأن الكفار أبعد منه، ولا يتفق التلاحق والتقابل معهم إلا
حينا بعد حين، وأما نفسه فأبدا تلازمه،
وتمنعه من الخير والطاعة، ولا شك أن القتال مع العدو الذي يلازم الرجل أهم من القتال مع العدو الذي هو بغيد منه،
Mujahid bukan orang yang berperang dengan orang-orang kafir
musuh saja. Tetapi, mujahid yang sejati adalah orang yang memerangi nafsunya,
mendorongnya dan memaksanya agar taat kepada Allah. Hal itu karena nafsu
seseorang adalah musuh yang lebih kuat dibanding kaum kafir yang memusuhi.
Karena, orang kafir yang memusuhi berada pada posisi yang jauh. Tidak akan
bertemu dan berhadapan-hadapan dengan mereka kecuali jika ada kondisi tertentu.
Sedang nafsu seseorang, maka ia akan selamanya bertemu dengannya, nafsu akan
menghalangi orang melakukan kebaikan dan ketaatan. Tidak diragukan lagi,
berperang dengan musuh dekat lebih penting dibanding berperang dengan musuh
jauh (Al-Kasyif ‘An Haqaiq as-Sunan Syarh Misykat al-Mashabih,
jilid 2, hal. 491)
Pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H.)
Dalam kitab Fath al-Bari Syarah Sahih al-Bukhari,
penjelasan tentang man jahada nafsahu,
يَعْنِي بَيَانَ فَضْلِ مَنْ جَاهَدَ وَالْمُرَادُ بِالْمُجَاهَدَةِ كَفُّ
النَّفْسِ عَنْ إِرَادَتِهَا مِنَ الشَّغْلِ بِغَيْرِ الْعِبَادَةِ وَبِهَذَا تظهر
مُنَاسبَة التَّرْجَمَة لحَدِيث الْبَاب وَقَالَ بن بَطَّالٍ جِهَادُ الْمَرْءِ
نَفْسَهُ هُوَ الْجِهَادُ الْأَكْمَلُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَأَمَّا مَنْ خَافَ
مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَن الْهوى
Maksudnya bab ini menjelaskan keutamaan orang yang berjihad.
Arti berjihad di sini adalah menahan nafsu dari keinginannya melakukan
kesibukan selain ibadah. Dengan ini jadi terang kesesuaian judul dalam Sahih
al-Bukhari dengan hadis yang dicantumkan di dalamnya. Ibnu Bathal berkata,
“Jihadnya seseorang melawan nafsunya adalah jihad paling sempurna. Allah
berfirman, ‘Sedangkan orang yang takut kepada maqam Tuhannya, dan menahan
dirinya dari memperturutkan hawa nafsu, sungguh surga akan menjadi tempat
tinggalnya..” (Fath al-Bari Syarah Sahih al-Bukhari, jilid 11, hal.
337-338)
Pendapat al-Munawi
(w. 1031 H.)
Al-Munawi dalam
kitab Faidh al-Qadir Syarah al-Jami’ as-Shaghir mengatakan,
)وأفضل الجهاد من جاهد نفسه في ذات الله عز وجل) فإن مجاهدتها أفضل من جهاد
الكفار والمنافقين والفجار لأن الشيء إنما يفضل ويشرف بشرف ثمرته وثمرة مجاهدة
النفس الهداية {والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا} وكفى به فضلا وقد أمر الله
بمجاهدة النفس فقال {وجاهدوا في الله حق جهاده}
Memerangai nafsu lebih utama dibanding memerangi orang-orang kafir,
munafik, dan penjahat. Hal itu karena sesuatu dapat menjadi utama dan tinggi nilai
dengan melihat dampaknya. Dampak memerangi nafsu adalah diperolehnya hidayah.
Allah berfirman, “Orang-orang yang bersungguh-sungguh menaati kami akan kami
tunjukkan kepadanya jalan-jalan menuju kami”. Dengan pernyataan ayat tersebut,
sudah cukup jelas kemuliaan memerangi nafsu. Allah memerintahkan memerangi
nafsu, “dan berjuanglah dalam ketaatan kepada Allah dengan sebenar-benarnya
perjuangan”. (Faidh al-Qadir Syarah
al-Jami’ as-Shaghir, jilid 2, hal. 173)
Pendapat
As-Shan’ani (w. 1182 H.)
Dalam
kitab at-Tanwir Syarah al-Jami’ as-Shaghir, beliau mengatakan,
)المجاهد) حقيقة (من جاهد
نفسه) على فعل الطاعات ومنها الجهاد في سبيل الله وعلى ترك المنكرات وبالجملة فكل
طاعة لا تتم إلا بجهاد النفس
.
Hakikat seorang mujahid adalah orang yang berjuang melawan
nafsunya agar senantiasa menjalankan segala ketaatan. Di antara ketaatan adalah
berjuang di jalan Allah dan meninggalkan kemunkaran. Secara umum, seluruh
ketaatan tidak akan sempurna tanpa jihad melawan nafsu (at-Tanwir
Syarah al-Jami’ as-Shaghir, jilid 10, hal. 466)
Penutup
Sebagai
penutup, penulis akan kutip potongan-potongan penting tentang keutamaan jihad
melawan nafsu.
1. Rasulullah saw. mengatakan bahwa jihad melawan nafsu adalah afdhalul
jihad (jihad paling utama).
2.
Imam At-Thaibi (w. 743 H.) mengatakan,
“Nafsu seseorang adalah musuh yang lebih kuat dibanding
kaum kafir yang memusuhi.”
3.
Ibnu
Hajar (w. 852 H.) mengutip pernyataan Ibnu Bathal mengatakan, “Jihadnya
seseorang melawan nafsunya adalah jihad paling sempurna (akmal al-jihad).”
4.
Al-Munawi (w. 1013 H.), “memerangai
nafsu lebih utama dibanding memerangi orang-orang kafir, munafik, dan penjahat.”
5. As-Shan’ani (w. 1182 H.), “seluruh ketaatan tidak akan sempurna tanpa
jihad melawan nafsu.”
Komentar
Posting Komentar