Agak repot juga membincang topik ini. Utamanya ketika sudah berkaitan
dengan politik. Agak beda jika perbincangannya dalam konteks akademik.
Agak ringan memang. Seribu tahun lalu, topik ini pernah panas juga.
Ceritanya,
setelah muncul tradisi periwayatan hadis muncul trend baru di kalangan
umat Islam. Yaitu menghafal hadis. Lahirlah ribuan manusia yang dalam
kepalanya tersimpan potongan-potongan hadis dan daftar para
periwayatnya. Semakin banyak hafalan semakin tinggi lah posisi nya di
hadapan komunitasnya. Orang awam melihat mereka sebagai tokoh-tokoh
agama yang dihormati.
Kemudian, beberapa dari para ahli hadis ini
melihat bahwa tidak semua yang dikatakan dan diriwayatkan oleh seorang
penghimpun hadis, benar-benar hadis nabi. Sebagian di antaranya hanya
karangan belaka. Lalu dibilang itu riwayat dari nabi. Sebagian melakukan
Kebohonhan secara sengaja. Sebagian lagi karena tidak sengaja. Semisal
karena kemampuan hafalan mereka memang begitu tapi karena sudah dianggap
tokoh ya akhirnya pengikutnya banyak.
Melihat fenomena kebohongan
oleh sebagian mereka yang mengaku ahli hadis, orang-orang yang tidak
puas dengan kondisi ini bergerak memberantas kejahatan bohong atas nama
nabi. mereka mendatangi para periwayat hingga ke pelosok kampung.
Hasilnya sungguh mencengangkan. Ibnu Adi mencatat 2200-an orang
diidentifikasi bohong dengan beragam tingkatnya. Hasil riset ini
dipublikasikan dalam karyanya, al-kamil fi dhu’afa al-rijal. Hasil yang
tidak terlalu berbeda disampaikan oleh al-uqaili dalam laporannya
bertajuk al-dhu’afa al-kabir. 2100-an orang terindikasi berkualifikasi
rendah sehingga berpotensi bohong atas nama nabi.
Muncul penolakan
dari sebagian orang terhadap praktik yang dianggap menista ahli agama.
Praktik yang dianggap berlawanan dengan hukum agama yang menjamin
kehormatan seorang muslim. Lebih-lebih mereka yang dinista itu adalah
para penghafal hadis nabi.
Imam Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi,
penyusun kitab hadis paling bergengsi, sahih muslim, bangkit memberikan
dukungan terhadap praktik yang dinilainya dapat menyelamatkan agama dari
penyesatan dan kebohongan. Beliau menulis buku khusus, al-Tamyiz. Misi
utama buku ini adalah mendukung tradisi kritik terhadap orang-orang yang
diindikasi bohong atas nama nabi, memberikan pembelaan akademis,
yuridis, dan etis pada praktik ini, dan mengeritik orang yang menolak
dilakukan uji kejujuran.
Untuk kedua kalinya, imam Muslim
menyampaikan kembali dalam pengantar Sahih Muslim. Beliau menegaskan,
agama harus diambil dari orang-orang kredibel dan teruji. Pembelaan Imam
Muslim ini membuat para kritikus periwayat hadis bekerja dengan tenang.
Namun,
seorang kritikus (perawi) hadis, Abu Hatim al-Razi mengalami dilema
moral. Setelah bertahun-tahun bekerja sebagai kritikus procesional, dia
merasa menyesal sudah menulis bukunya, al jarh wa al ta’dil (kritik dan
apresiasi), dan menyebarluaskannya ke seluruh dunia Islam. Dia sadar
bahwa tulisannya akan dibaca oleh ribuan orang yang ingin tahu tentang
kualitas seorang perawi.
Jika mereka hanya melihat satu aspek
saja, aspek kritiknya misalnya, maka selamanya nama orang tersebut akan
buruk sepanjang sejarah. Sekalipun dia saleh, taat, dan rajin menabung.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Download Buku PDF HADIS NABI DALAM RUANG SOSIAL Teks, Penafsiran, dan Penggunaannya
“Text is power.” Itu adalah salah satu kutipan yang saya dapatkan dari sebuah diskusi. Teks disandingkan dengan ekonomi dan militer seba...

-
“Text is power.” Itu adalah salah satu kutipan yang saya dapatkan dari sebuah diskusi. Teks disandingkan dengan ekonomi dan militer seba...
-
M. Khoirul Huda A. Pendahuluan Diskusi tentang “klasifikasi ilmu pengetahuan” dalam Islam tidak dapat dilepaskan ...
-
M. Khoirul Huda Abstrak Kajian hadis-hadis bertentangan telah dimulai sejak sebelum masa al-Syafi’i. Namun, baru di tangan al-S...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar