M. Khoirul Huda
Setiap individu atau kelompok
memiliki keinginan untuk mewujudkan apa yang mereka cita-citakan. Dalam
komunitas Muslim, ada banyak individu atau kelompok yang memiliki orientasi dan
cita-cita yang berbeda-beda. Di antara individu atau kelompok Muslim ada yang
merujuk kepada kitab suci dalam merumuskan cita-citanya.
Kelompok Muslim yang ingin
mengembangkan ilmu pengetahuan akan merujuk kepada kitab suci untuk menemukan
ayat-ayat Tuhan yang memotivasi pengembangan pengetahuan. Kelompok spiritualis
akan merujuk kitab suci menemukan dukungan kecenderungan mereka. Begitu juga
kelompok politik akan mencari rujukan dalam kitab suci tentang apa yang harus
diwujudkan dan cara mewujudkannya. Ketika kitab suci mengandung ayat-ayat yang
menunjukkan penggunaan kekerasan seperti perang, maka dengan segera akan
menarik perhatian individu dalam kelompok tersebut. Tanpa mempertimbangkan
lebih jauh konteks (asbabun nuzul) ayat, pemilihan kaidah-kaidah penafsiran
yang tepat, dan konteks sosial-politik yang berbeda, ayat-ayat perang dipilih
dan digunakan menguatkan ideologi sosial-politik mereka. Perang adalah strategi
sosial-politik menguasai dan mendominasi kelompok lain.
Dalam komunitas Muslim,
kelompok politik berorientasi kekerasan tumbuh subur sejak lama di era modern.
Silih berganti kelompok politik kekerasan Muslim. Satu tumbang, tumbuh yang
lain. Setiap ada kesempatan. Mereka tidak pernah benar-benar hilang ditelan
zaman. Indonesia memiliki pengalaman kaya dalam masalah ini. Kesamaan banyak kelompok Muslim politik yang tak segan
menggunakan kekerasan berbasis agama, adalah keinginan mewujudkan otoritas
Allah dan terkadang perang menjadi strategi utama. Karena itu, ayat-ayat
tentang perang lebih banyak mendapat perhatian dibanding ayat-ayat tentang ilmu
pengetahuan, alam semesta, ibadah, lebih-lebih ayat yang mengajurkan perdamaian
yang bertebaran dalam banyak bagian kitab suci Muslim, Al-Quran.
Di sisi lain, telah terjadi
penyempitan istilah yang terdapat dalam Al-Quran. Di lingkungan kelompok ini,
tidak ada kata yang lebih tragis disempitkan maknanya kecuali kata jihad. Jihad
selalu dikonotasikan dengan perang dan aksi bunuh-membunuh. Padahal, Al-Quran
menggunakan kata tersebut dalam pengertian yang lebih luas. Perang hanya
menjadi salah satu pengertian jihad. Kata Al-Jihad disebut sebanyak 37 kali
dalam Al-Quran. Hasan Izzuddin Al-Jamal dalam Mu’jam Wa Tafsir Lughawi Li
Kalimat Al-Quran mengatakan bahwa dalam Al-Quran pada umumnya kata al-jihad
berarti mengerahkan kemampuan menyebarkan ajaran Islam dan membelanya (aktsaru
ma warada al-jihad fi al-qur’an warada muradan bih badzl al-wus’i fi nasyr
al-da’wah al-islamiyah wa al-difa’ ‘anha). Ada pula yang membatasi pengertiannya pada upaya keras
melawan tiga macam musuh manusia; musuh kasat mata, setan dan hawa nafsu.