Sabtu, 07 September 2019

Jihad dalam Al-Quran Apakah Hanya Berarti Perang? Begini Kata Al Quran dan Para Pakar Tafsir


M. Khoirul Huda

Setiap individu atau kelompok memiliki keinginan untuk mewujudkan apa yang mereka cita-citakan. Dalam komunitas Muslim, ada banyak individu atau kelompok yang memiliki orientasi dan cita-cita yang berbeda-beda. Di antara individu atau kelompok Muslim ada yang merujuk kepada kitab suci dalam merumuskan cita-citanya. 

Kelompok Muslim yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan akan merujuk kepada kitab suci untuk menemukan ayat-ayat Tuhan yang memotivasi pengembangan pengetahuan. Kelompok spiritualis akan merujuk kitab suci menemukan dukungan kecenderungan mereka. Begitu juga kelompok politik akan mencari rujukan dalam kitab suci tentang apa yang harus diwujudkan dan cara mewujudkannya. Ketika kitab suci mengandung ayat-ayat yang menunjukkan penggunaan kekerasan seperti perang, maka dengan segera akan menarik perhatian individu dalam kelompok tersebut. Tanpa mempertimbangkan lebih jauh konteks (asbabun nuzul) ayat, pemilihan kaidah-kaidah penafsiran yang tepat, dan konteks sosial-politik yang berbeda, ayat-ayat perang dipilih dan digunakan menguatkan ideologi sosial-politik mereka. Perang adalah strategi sosial-politik menguasai dan mendominasi kelompok lain. 

Dalam komunitas Muslim, kelompok politik berorientasi kekerasan tumbuh subur sejak lama di era modern. Silih berganti kelompok politik kekerasan Muslim. Satu tumbang, tumbuh yang lain. Setiap ada kesempatan. Mereka tidak pernah benar-benar hilang ditelan zaman. Indonesia memiliki pengalaman kaya dalam masalah ini. Kesamaan  banyak kelompok Muslim politik yang tak segan menggunakan kekerasan berbasis agama, adalah keinginan mewujudkan otoritas Allah dan terkadang perang menjadi strategi utama. Karena itu, ayat-ayat tentang perang lebih banyak mendapat perhatian dibanding ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan, alam semesta, ibadah, lebih-lebih ayat yang mengajurkan perdamaian yang bertebaran dalam banyak bagian kitab suci Muslim, Al-Quran. 

Di sisi lain, telah terjadi penyempitan istilah yang terdapat dalam Al-Quran. Di lingkungan kelompok ini, tidak ada kata yang lebih tragis disempitkan maknanya kecuali kata jihad. Jihad selalu dikonotasikan dengan perang dan aksi bunuh-membunuh. Padahal, Al-Quran menggunakan kata tersebut dalam pengertian yang lebih luas. Perang hanya menjadi salah satu pengertian jihad. Kata Al-Jihad disebut sebanyak 37 kali dalam Al-Quran. Hasan Izzuddin Al-Jamal dalam Mu’jam Wa Tafsir Lughawi Li Kalimat Al-Quran mengatakan bahwa dalam Al-Quran pada umumnya kata al-jihad berarti mengerahkan kemampuan menyebarkan ajaran Islam dan membelanya (aktsaru ma warada al-jihad fi al-qur’an warada muradan bih badzl al-wus’i fi nasyr al-da’wah al-islamiyah wa al-difa’ ‘anha). Ada pula yang membatasi pengertiannya pada upaya keras melawan tiga macam musuh manusia; musuh kasat mata, setan dan hawa nafsu. 

Kamis, 05 September 2019

Kritik Terhadap Konsep Tauhid Hakimiyyah


M. Khoirul Huda

Belakangan berkembang kelompok yang memperkenalkan konsep syirik dalam pemerintahan. Istilah mereka, syirkul qushur. Disebut syirik karena dianggap bertentangan dengan konsep tauhid. Dalam pandangan mereka, tauhid juga harus diimplementasikan dalam urusan pemerintahan. Tauhid menurut mereka berarti hanya mengakui Allah sebagai pencipta (rububiyah), memurnikan ibadah hanya kepada Allah (uluhiyah), dan hanya Allah yang berhak membuat aturan (hakimiyah).

Ketika hak membuat peraturan hanya milik Allah, tidak boleh ada makhluk yang membuat peraturan di luar peraturan-Nya. Membuat peraturan di luar peraturan Allah berarti menempatkan manusia pada posisi Allah. Hal ini sama dengan mengakui Tuhan selain Allah. Dan ini adalah bentuk memusyrikan. Larangan menyekutukan Allah dalam pembuatan peraturan, dalam pandangan mereka, ditegaskan dalam Al-Quran berikut:

وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا (26(
Dan Allah tidak menyekutukan dalam ‘hukum’-Nya pada seorang pun (Qs. Al-Kahf: 26)

Ayat ini mengatakan Allah tidak menyekutukan dalam ‘hukum’-Nya pada seorang pun. Dua kata kunci dalam potongan ini adalah syirik (menyekutukan) dan hukum. Menyekutukan Allah dalam ‘hukum’ diartikan dengan membuat peraturan selain peraturan Allah. Menurut mereka hal itu adalah bentuk kemusyrikan. Pelakunya berarti telah melakukan perbuatan musyrik. Pantas disebut musyrik dan kafir.

Rabu, 04 September 2019

Fitnah Besar Sebelum Fitnah Dajjal


 M. Khoirul Huda

Hadis-hadis tentang akhir zaman belakangan kembali populer. Para penyebarnya adalah para dai yang punya afiliasi politik tertentu. Atau kelompok tertentu yang bertujuan mendirikan negara yang mereka yakini sebagai negara Islam. Untuk mempengaruhi masyarakat, mereka mengutip hadis-hadis Nabi saw. tentang akhir zaman lalu mereka mencocok-cocokkan dengan kondisi sekarang. Di antara hadis akhir zaman yang sering dikutip di antaranya adalah hadis tentang Imam Al-Mahdi dan Dajjal.  

Dalam salah satu situs internet, untuk mempromosikan organisasi terornya, seorang penulis mengutip sebuah hadis riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Penulisnya mengutip terjemah hadis bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, fitnah sebagian dari kalian lebih aku takutkan dari fitnahnya Dajjal. Dan tidak ada seseorang pun dapat selamat dari badai fitnah sebelum fitnah Dajjal melainkan pasti selamat pula darinya (fitnah Dajjal) setelahnya.  Dan tidak ada fitnah yang dibuat sejak adanya dunia ini baik kecil maupun besar kecuali untuk (menjemput) fitnah Dajjal” (HR. Ahmad).

Menurut penulis di situs tersebut, yang dimaksud fitnah sebelum fitnah Dajjal adalah sistem Dajjal yang diciptakan kaum Zionis seperti sekulerisme dan kapitalisme. Jadi, sekulerisme dan kapitalisme adalah fitnah sebelum fitnah Dajjal. Orang yang tidak selamat dari sekulerisme dan kapitalisme, tidak akan selamat dari fitnah Dajjal. Saat ini, menurutnya, satu-satunya ‘negara’ yang selamat dari sekulerisme dan kapitalisme adalah “Daulah”. “Daulah” adalah nama organisasi teroris yang sedang didukungnya. Benarkah maksud fitnah sebelum fitnah Dajjal dalam hadis adalah “sistem Dajjal” yang meliputi sekulerisme dan kapitalisme?

Selasa, 03 September 2019

Di Akhir Zaman, Kaum Munafik Menjadi Pendukung Dajjal?


M. Khoirul Huda

Pada 2017, frasa “Akhir zaman” tengah menjadi isu hangat di Indonesia. Ada dua konteks yang melatarbelakangi naiknya wacana fitnah akhir zaman itu. Pertama, menghangatnya situasi politik nasional sebab pemilihan kepala daerah serentak. Kedua, kondisi global yang penuh kompleksitas dan membuat banyak orang frustasi. Penjelasan dengan bahasa agama adalah yang paling mudah dicerna. Termasuk penjelasan bahwa kompleksitas masalah yang mereka hadapi adalah tanda-tanda akhir zaman. Orang harus segera menyelamatkan dirinya dengan menjadi pribadi yang saleh. 

Sayangnya, tawaran menjadi orang saleh adalah dengan cara menciptakan kecurigaan dan membenci pada kelompok lain yang berbeda pandangan dan pilihan politik. Tawaran lainnya, adalah pergi ke negeri terberkahi di Timur Tengah yang punya jaminan keamanan Tuhan. Tawaran lain adalah terlibat konflik di Timur Tengah sebagai militan dimana mereka percaya bahwa ia adalah bagian dari tanda-tanda kemunculan Dajjal. Apapun tawarannya, seluruhnya adalah pelibatan diri dalam kekacauan. Enggan mendukung pilihan yang diyakini ini selalu dikaitkan dengan sifat kemunafikan. 

Menurut seorang “ustaz akhir zaman” dalam sebuah wawancara tv nasional setelah dirinya diperiksa pihak kepolisian karena tuduhan ujaran kebencian, di antara tanda-tanda kemunculan Dajjal adalah terbelahnya umat Nabi Muhammad saw. ke dalam dua golongan; mukmin dan munafik. Menurutnya, golongan munafik akan menjadi pengikut dan pendukung Dajjal. Dengan sangat fasih sang ustaz mengutip kata-kata yang konon hadis, manusia akan terbagi ke dalam dua golongan (fusthathain). Golongan iman tanpa kemunafikan di dalamnya (fusthath imanin la nifaqa fih) dan golongan munafik tanpa iman di dalamnya (fusthath nifaq la imana fih).

Benarkah umat Muhammad saw. akan terbelah menjadi mukmin dan munafik, lalu golongan munafik akan menjadi pendukung Dajjal? Berikut ulasannya. 

Tafsir Qs. Al-Mukminun: 86-87: Benarkah Kaum Quraisy Bertauhid Sebelum Datangnya Islam?


M. Khoirul Huda

Islam datang mengajarkan keyakinan tauhid. Yaitu pengakuan bahwa hanya ada satu Tuhan yang pantas disembah. Terdapat banyak sekali ayat Al-Quran yang mengajarkan keyakinan tauhid. Ajakan bertauhid pertama kali ditujukan kepada kaum Quraisy. Suku yang menguasai kota Mekah pada masa Rasulullah saw. 

Mereka adalah suku penyembah berhala. Mereka tidak malu menyembah berhala padahal mereka hidup di kota suci tempat Baitullah berada. Seharusnya hanya Allah yang mereka sembah. Namun, keyakinan tauhid yang diajarkan Nabiyullah Ibrahim as. telah ditinggalkan diganti kepercayaan terhadap berhala-berhala. Inilah kondisi kaum Quraisy saat diutusnya Rasulullah saw. 

Namun demikian, ada sebagian umat Islam yang meyakini bahwa kaum Quraisy adalah orang-orang yang beriman dan bertauhid. Mereka meyakini bahwa kaum Quraisy percaya bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta semesta; langit, bumi dan segala isinya. Mereka mendasarkan pahamnya pada Qs. Al-Mukminun: 86-87 berikut:

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87)
Katakan (Muhammad): “Siapa pencipta langit yang tujuh dan pencipta Arsy yang agung?” Mereka akan menjawab, “Allah”. Katakan (Muhammad):, “Apakah kalian tidak takut (siksa karena pengingkaran)” (Qs. Al-Mukminun: 86-87)

Kritik Terhadap Pemahaman Hadis Pasukan Panji Hitam ISIS


Penggunaan hadis untuk mendukung agenda politik kekuasaan-kekerasan merupakan fenomena yang lumrah terjadi dalam dunia Islam. Berdirinya Daulah Bani Abbas pada abad kedua hijriah misalnya, banyak didukung dengan kampanye politik yang menggunakan hadis-hadis Nabi tentang akhir zaman. Khususnya hadis tentang Al-Mahdi dan pasukan panji hitam.
Belakangan, ada kelompok tertentu yang menggunakan hadis-hadis Nabi saw. tentang akhir zaman sebagai legitimasi gerakan politik mereka yang penuh kekerasan dan kesadisan. Mereka berupaya menarik dukungan umat Islam dengan menggunakan hadis-hadis Nabi saw. Salah satunya, mereka mengklaim sebagai pasukan panji hitam yang datang di akhir zaman mengawal kedatangan sang juru selamat, Al-Mahdi. Tujuannya tidak lain adalah agar umat Islam mendukung gerakan mereka.
Mereka menggunakan hadis tentang pasukan panji berikut:
«يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمُ ابْنُ خَلِيفَةَ، ثُمَّ لَا يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ، ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيُقَاتِلُونَكُمْ قِتَالًا لَمْ يُقَاتِلْهُ قَوْمٌ - ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا فَقَالَ - إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ، فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ»
Tiga golongan saling berperang memperebutkan kekuasaan kalian. Mereka adalah anak-anak penguasa. Kekuasaan tidak menghampiri seorang pun dari ketiganya. Lalu muncul pasukan dengan bendera hitam dari arah timur. Mereka memerangi kalian dengan peperangan yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh suatu kaum. Ketika kalian melihat pasukan panji hitam, berbaiatlah kepadanya, sekalipun dengan cara merangkak di atas salju. Sungguh, ia adalah khalifah Alllah, Al-Mahdi (HR. Al-Hakim)

Orang Tua Nabi Musyrik? Sebuah Penjelasan Komprehensif Berdasar Literatur Keislaman Otoritatif


 M. Khoirul Huda

Ada sebagian umat Islam meyakini bahwa orang yang melakukan perbuatan syirik, sekalipun tidak pernah mendapatkan dakwah Islam, akan mendapatkan siksa di akhirat. Alasan kelompok ini adalah orang-orang yang meninggal pada masa pra Islam divonis masuk neraka, sekalipun belum ada dakwah Islam. Belum ada utusan yang datang kepada mereka. Berdasarkan pandangan ini, mereka meyakini bahwa umat sebelum kedatangan Islam pasti melakukan kemusyrikan sehingga berhak mendapatkan siksa. Lalu, dengan logika terbalik, mereka mengembangkan pandangan bahwa orang yang belum mendapat dakwah saja langsung divonis kafir, apalagi umat yang hidup di masa setelah datangnya syariat Islam. Ketika ada umat pada zaman Islam melakukan perbuatan yang dinilai musyrik, maka mereka harus segera divonis musyrik tanpa mengklarifikasi lebih jauh atau memilah-milah lebih dulu.

Karena pemikiran tersebut, mereka mudah mengkafirkan umat Islam yang mereka anggap melakukan perbuatan kemusyrikan. Mereka menganggap semua orang saat ini sudah mendapatkan dakwah Islam yang cukup sehingga jika mereka menolak, meninggalkan atau melakukan perbuatan yang berlawanan dengan Islam, harus langsung divonis kafir-musyrik. Umat saat ini sudah menerima syiar Islam, sekalipun pada kenyataannya banyak yang masih awam. 

Benarkah Kaum Quraisy Telah Bertauhid Sebelum Datangnya Dakwah Islam?


M. Khoirul Huda

Sebagian umat Islam percaya bahwa orang-orang Quraisy yang memusuhi dakwah Rasulullah saw. adalah orang-orang yang beriman dan bertauhid.  

Dalam pandangan sebagian umat tersebut, kaum Quraisy percaya bahwa hanya Allah yang menciptakan, menguasai dan memberi rizki. Hanya Dia yang menghidupkan dan mematikan. Hanya Dia yang memberi manfaat dan menolak mudarat. Hanya dia yang bisa mengabulkan doa ketika manusia dalam keadaan terjepit. Penguasa segala sesuatu. Kebaikan dan keburukan. Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada sekutu dalam semua itu. Meyakini hanya Allah pencipta, penguasa, dan pengatur semesta adalah pengakuan tauhid. Sebagian umat itu menyebutnya dengan istilah “tauhid rububiyyah”.  

Muncul pertanyaan, benarkah orang-orang Quraisy yang memusuhi Nabi saw. adalah orang-orang yang beriman dan meyakini ajaran tauhid? Benarkah kaum Quraisy bertauhid? 

Senin, 02 September 2019

Bagaimana Ciri-Ciri Imam Mahdi? Penjelasan Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah

M. Khoirul Huda
Di antara tanda-tanda akhir zaman adalah kemunculan Imam Mahdi. Pada umumnya, umat Islam percaya akan kedatangannya. Hanya sebagian kecil yang tidak percaya karena meragukan kesahihan riwayat tentang Al-Mahdi.

Terlepas dari pro kontra tentang kesahihan riwayat, belakangan, ada kelompok yang menggunakan cerita kedatangan Al-Mahdi untuk mempengaruhi umat Islam agar mendukung gerakannya. Mereka meyakinkan umat Islam bahwa sekarang sudah akhir zaman. Akan terjadi banyak fitnah dan kekacauan. Umat Islam hanya punya dua pilihan memilih menjadi pengikut Dajjal atau pengikut Al-Mahdi. Jika ingin selamat, umat Islam hendaknya bergabung dengan pendukung Al-Mahdi. Mereka sendiri mengaku merupakan calon pendukung Al-Mahdi, ketika Al-Mahdi muncul. Untuk menyambut kedatangan Al-Mahdi, mereka menyusun kekuatan bersenjata agar ketika Al-Mahdi datang, mereka siap menjadi pendukung yang kuat. Mereka juga mengajak umat Islam pindah ke negara-negara yang mereka kuasai, seperti sebagian Suriah, dengan alasan “hijrah ke negara Islam”. Menurut mereka, hanya di sana keselamatan pada akhir zaman. Di sana Al-Mahdi akan turun memimpin dunia. Lalu seperti apa sebenarnya cerita tentang Al-Mahdi?

Pemikiran Ibnu Taimiyyah Tentang Kekafiran Para Pembangkang Zakat


M. Khoirul Huda

Dalam sejarah Islam, pemikiran ekstrem dimulai dengan tumbuhnya paham yang meyakini kekafiran orang yang dianggap tidak melaksanakan syariat. Tidak melaksanakan syariat berarti seseorang telah keluar dari agama Islam. Paham ini, pertama kali dikembangkan kelompok Khawarij. 

Benar bahwa kelompok Khawarij telah musnah ditelan zaman, kecuali beberapa faksinya yang masih bertahan di sebagian negara Arab. Tetapi yang disebut belakangan telah mengalami moderasi sedemikian rupa sehingga dapat hidup berdampingan dengan kelompok Muslim lain. Namun, dalam sejarah Islam, pemikiran ekstrem tidak pernah benar-benar hilang. Pemikiran yang berorientasi mengkafirkan karena persoalan penerapan syariat selalu punya tempat di bagian kecil umat Islam. 

Mayoritas kaum Khawarij tidak dapat bertahan menjelang abad kelima hijriah, tetapi beberapa tokoh yang berafiliasi dengan Ahlus Sunnah justru terjebak dalam pemikiran takfiri model Khawarij. Di antara tokoh yang dikenal "menghidupkan" ajaran takfiri ini adalah Ibnu Taimiah (w. 728 H.). Hal ini misalnya dapat dilihat dalam fatwanya tentang penguasa Mongol yang memberlakukan kitab undang-undang Ilyasiq. Mereka adalah Muslim, namun dinilai tidak menerapkan hukum Tuhan. Sekalipun mereka shalat, puasa dan mengenakan nama Muslim, tetapi mereka dinilai telah keluar dari Islam (baca: murtad). 

Download Buku PDF HADIS NABI DALAM RUANG SOSIAL Teks, Penafsiran, dan Penggunaannya

  “Text is power.” Itu adalah salah satu kutipan yang saya dapatkan dari sebuah diskusi. Teks disandingkan dengan ekonomi dan militer seba...