Rabu, 13 Januari 2016

Tarekat Alawiyah dan Nusantara


Oleh: M. Khoirul Huda



Pendahuluan
Bangsa-bangsa kepulauan Nusantara telah mengenal praktik tarekat sejak awal kedatangan Islam pada sekitar abad ke-15. Hal ini karena para penyebar Islam awal Nusantara pada umumnya merupakan penganut aliran tarekat. 

Sebut saja Nur al-Din al-Raniri yang pernah menjadi penasihat raja-raja Aceh. Al-Raniri adalah seorang habaib yang berasal dari India. Sebagaimana tradisi keluarga Alawiyyin, beliau menganut tarekat Alawiyyah. Demikian pula para tokoh yang menyebarkan Islam di Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Dalam catatan Alwi Shihab dan Umar Ibrahim, sembilan wali itu merupakan para sayid keturunan Arab-Hadhramaut. Al-Raniri dan Wali Songo adalah contoh peran penting keluarga Alawiyyin dalam menyebarkan Islam di kepulauan Nusantara. 

Pada abad ke-18, keluarga ini berdiaspora menyeberangi samudra menuju kota-kota di sepanjang pantai Samudera Hindia. Sejak dari pantai timur Afrika hingga pelabuhan-pelabuhan di India, Aceh, Malaka, dan Jawa. 

Mengenai motif penyebaran kaum Alawiyyin ini, para sarjana berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa migrasi itu terkait dengan urusan bisnis perdagangan. Kalau toh ada praktik penyebaran agama, itu sekadar untuk memperlancar urusan dagang mereka. Hal ini seperti digambarkan oleh Van den Bergh dalam bukunya yang terkenal Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans I’archipel Indien (Arab Hadhramaut di Kepulauan Hindia). Dia menyebut orang-orang Arab sebagai broker haji, pedagang minyak, dan kadang-kadang lintah darat. Sarjana lain berpandangan bahwa kedatangan mereka bertujuan untuk menyebarkan agama. 

Download Buku PDF HADIS NABI DALAM RUANG SOSIAL Teks, Penafsiran, dan Penggunaannya

  “Text is power.” Itu adalah salah satu kutipan yang saya dapatkan dari sebuah diskusi. Teks disandingkan dengan ekonomi dan militer seba...